Cut nyak Meutia, Mutiara yang Kemilau
bagi Nusantara
Aceh adalah propinsi terakhir
yang jatuh ke tangan penjajah Belanda sekitar tahun 1910-an. Hal ini menandakan
bahwa perjuangan rakyat Aceh dalam melawan penjajah sangat tangguh dan heroik.
Satu diantara pejuang nasional Aceh adalah seorang perempuan pemberani bernama
Cut Meutia. Cut Nyak Meutia adalah salah satu Pahlawan l NasionaIndonesia
yang berasal dari Aceh. Ia lahir di Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, pada 1870
adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Aceh.
Perjuangan melawan Belanda dimulai ketika Cut Meutia menikah dengan Teuku Chik
Muhammad atau yang lebih dikenal dengan nama Teuku Chik Di Tunong. Namun pada
bulan Maret 1905, Chik Tunong berhasil ditangkap Belanda dan dihukum
mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum meninggal, Teuku Chik Di Tunong
berpesan kepada sahabatnya Pang Nanggroe agar mau menikahi istrinya dan merawat
anaknya Teuku Raja Sabi.
Ø Perjuangan
Melawan Belanda.
Awal pergerakan dimulai pada
tahun 1901 dengan basis perjuangan dari daerah Pasai atau Krueng Pasai (Aceh
Utara) di bawah komando perang Teuku Chik Tunong. Mereka memakai taktik gerilya
dan spionase dengan menggunakan untuk prajurit memata-matai gerak-gerik pasukan
lawan terutama rencana-rencana patroli dan pencegatan. Taktik spionase
dilakukan oleh penduduk kampung yang dengan keluguannya selalu mendapatkan
informasi berharga dan tepat sehingga daerah lokasi patroli yang akan dilalui
pasukan Belanda dapat segera diketahui. Pada bulan Juni 1902, berdasarkan
informasi dari spionasenya bahwa pasukan Belanda akan melakukan operasi patroli
dengan kekuatan 30 orang personel di bawah pimpinan sersan VanSteijn
Parve. Di dalam perlawanan tersebut pasukan Belanda mengalami kekalahan yang
cukup besar yaitu matinya seorang pimpinan dan 8 orang serdadu serta banyak
pasukan yang cidera berat dan ringan, sedang di pasukan muslim syahid 10 orang.
Kemudian pada
bulan Agustus 1902, pasukan Chik Tunong dan Cut Meutia mencegat
pasukan Belanda yang berpatroli di daerah Simpang Ulim, Blang Nie. Strategi
yang dipakai oleh pasukan Aceh untuk mencegat pesukan Belanda adalah dengan
menempatkan pasukannya di daerah yang beralang-alang tinggi dekat jalan tidak
jauh dari Meunasah Jeuro sehingga memudahkan para pejuang menyintai dan sekaligus
melakukan penyerangan secara tiba-tiba. Di dalam penyerangan ini pasukan
Belanda lumpuh total dan para pejuang muslim dapat merebut 5 pucuk senapan. November 1902
M diisukan oleh salah seorang pejuang muslimin (Pang Gadeng) bahwa pasukan
Teuku Chik Tunong akan mengadakan kenduri yang bertempat di Gampong Matang
Rayeuk di seberang sungai Sampoiniet. Mendapat kabar itu, Belanda melakukan
perjalanan untuk menggempur pasukan yang tengah kenduri dan dipimpin oleh
Letnan RDP DE Cok bersama 45 orang personelnya. Di dalam perjalanan, pasukan
Belanda mendapatkan serangan jarak dekat yang dahsyat dari pasukan Chik Tunong
sebagai akibat dari proses jebakan kabar burung yang telah disusun oleh Cut
Nyak Meutia. Dalam penyerangan itu, Letnan De Cok dan 28 prajuritnya tewas
serta 42 pucuk senapan diperoleh kaum muslimin. Akhir perjuangan Teuku Chik
Muhammad dan Cut Meutia adalah sebagai akibat dari peristiwa di Meurandeh Paya
sebelah timur kota Lhoksukon pada tanggal 26 Januari 1905. Peristiwa ini
diawali dengan terbunuhnya pasukan Belanda yang sedang berpatroli dan berteduh
di Meunasah Meurandeh Paya. Pembunuhan atas pasukan Belanda ini merupakan
pukulan yang sangat berat bagi Belanda. Di dalam penyelidikan Belanda, didapat
bahwa Teuku Chik Tunong terlibat dalam pembunuhan itu. Maka dari itu, Teuku
ditangkap dan dihukum gantung. Namun pada akhirnya berubah menjadi hukum tembak
mati.
Pelaksanaan hukuman mati
dilaksanakan pada bulan Maret 1905 di tepi pantai lhoksuemawe dan
dimakamkan di Masjid Mon Geudong. Sebelum dihukum mati, Teuku Tunong
mewasiatkan agar Pang Nanggroe yang merupakan sahabat perjuangannya untuk
menikahi Cut Nyak Meutia serta menjaga anak-anaknya. Sesuai amanah dari
almarhum suaminya, Cut Meutia menerima lamaran Pang Nanggroe. Dan dengan
beliau, Cut Meutia melanjutkan perjuangan melawan Belanda dengan memindahkan
markas basis perjuangan ke Buket Bruek Ja. Pang Nanggroe mengatur siasat
perlawanan melawan patroli marsose Belanda bersama dengan Teuku Muda Gantoe.
Penyerangan Cut Meutia dan Pang Nanggroe dimulai dari hulu Kreueng Jambo Ayee,
sebuah tempat pertahanan yang sangat strategis karena daerah tersebut merupakan
daerah hutan liar yang sangat banyak tempat persembunyian. Pasukan muslimin
melakukan penyerangan ke bivak-bivak Belanda dimana banyak pejuang muslim yang
ditahan.
Pada tanggal 6 Mei 1907 M,
pasukan Pang Nanggroe melakukan penyerbuan secara gerak cepat terhadap bivak
yang mengawal para pekerja kereta api. Dari hasil beberapa orang serdadu
Belanda tewas dan luka-luka. Bersama itu pula dapat direbut 10 pucuk senapan
dan 750 butir peluru serta amunisi. Pada tanggal 15 Juni 1907 M, pasukan Pang
Nanggroe menggempur kembali sebuah bivak di Keude Bawang (Idi), pasukan Belanda
mengalami kekalahan dengan tewasnya seorang anggota pasukan dan 8 orang luka-luka.Taktik
penyerangan Cut Meutia yang lain pula adalah jebakan yang dirancang dengan
penyebaran kabar bahwa adanya acara kenduri di sebuah rumah dengan mengundang
pasukan Belanda. Rumah tersebut telah diberikan jebakan berupa makanan yang
lezat, padahal pondasi rumah itu telah diakali dengan potongan bambu sehingga
mudah diruntuhkan. Pada saat pasukan Belanda berada di dalam rumah tersebut,
rumah diruntuhkan dan pasukan Cut Meutia menyerang secara membabibuta. Setelah
Pang Nanggroe syahid, pasukan dipimpin langsung oleh Cut Meutia dan basis
pertahanan dipindahkan ke daerah Gayo dan Alas bersama pasukan yang dipimpin
oleh Teuku Seupot Mata. Pada tanggal 22 Oktober 1910, pasukan Belanda mengejar
pasukan Cut Meutia yang diperkirakan berada di daerah Lhokreuhat. Esoknya
pengejaran dilakukan kembali ke daerah Krueng Putoe menuju Bukit Paya sehingga
membuat pasukan Cut Meutia semakin terjepit dan selalu berpindah
antar gunung dan hutan belaBelanda yang sangat banyak. Dalam
pertempuran tanggal 25 Oktober di Krueng Putoe, pasukan Cut Meutia menghadapi
serangan Belanda. Di sinilah Cut Meutia syahid bersama pasukanmuslim yang
lain seperti Teuku Chik Paya Bakong, Teungku Seupot Mata dan Teuku Mat Saleh.
Menjelang gugurnya, Cut Meutia mewasiatkan kepada Teuku Syech Buwah untuk tidak
lagi menghadapi serangan belanda, taktik selanjutnya adalah mundur sejauh
mungkin dan menyusun serangan kembali, karena posisi mereka sudah sangat
terjepit kali ini. Cut Meutia juga menitipkan anaknya untuk dicari dan dijaga.
Cut Meutia ditetapkan sebagai
pahlawan nasional sesuasi dengan Keppres No 106 tahun 1964 pada tanggal 2 Mei
1964. Dalam perjalanan kehidupannya Cut Nyak Meutia bukan saja menjadi mutiara
keluarga dan Desa Pirak, melainkan ia telah menjadi mutiara yang tetap kemilau
bagi nusantara.
Sumber :
http://www.pusakaindonesia.org/cut-meutia-mutiara-yang-kemilau-bagi-nusantara/
1 Komentar untuk " Pahlawan NasionaIndonesia Cut nyak Meutia "
salah satu pahlawan yang saya suka
alat berat komatsu