A. Pengertian Remaja ‘Aqil
Baligh
1. Pengertian Remaja
Untuk mendefisinikan
pengertian remaja, tidaklah mudah sebab berhadapan dengan berbagai hal yang
melingkupi dan mempengaruhinya seperti keadaan ekonomi, sosial budaya,
geografis, dan sebagainya.
Adanya berbagai pengaruh yang melingkupi ini
sampai, sekarang para ahli psikologi belum ada kesepakatan tentang siapa yang
disebut dengan remaja. Istilah asing yang sering dipakai untuk menunjukkan
makna remaja, antara lain adalah puberteit,
adolescentia, dan youth.[1]
Dalam bahasa Indonesia sering pula dikatakan pubertas atau remaja. Istilah puberty atau puberteit berasal dari bahasa latin yang berarti masa ‘aqil baligh,
masa remaja.[2]
Istilah ini berkaitan dengan dengan kata latin lainnya pubescere yang berarti
masa pertumbuhan rambut di daerah tulang “pusic” dan sering juga diartikan
sebagai masa tercapainya kematangan ditinjau dari aspek biologisnya.[3]
Menurut Siti Partini suadiman, bahwa “ masa adolesen
ini dialami seorang anak sebelum secara penuh mencapai masa dewasa. Sering
dikatakan bahwa masa adolesen adalah masa transisi atau perpindahan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa.[4]
Sedangkan menurut Elizabeth B. Hurlock, bahwa
istilah adolesen berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa.[5]
Istilah adolesence seperti yang digunakan saat ini mempunyai arti yang lebih
luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.
Senada dengan pendapat tersebut, menurut James F.
Adam’s, bahwa “Adolesence can be defined
a holing period in which education, maturation and waiting are the major tasks
to be faced.”[6]
Artinya
: “ Remaja dapat didefinisikan sebagai suatu masa di mana pendidikan,
kematangan dan penantian merupakan tugas yang harus dicapai”.
2. Pengertian ‘aqil Baligh
Dalam Kamus Istilah Fiqih, “aqil baligh adalah
orang yang berakal dan telah sampai umur dewasa, orang yang sah mengadakan akad
dengan orang dewasa” [7]
Sementara dalam Kamus Baru Bahasa Indonesia, ‘aqil
baligh adalah usia sesudah masa kanak-kanak. [8]
Dari definisi tersebut, bisa dilihat dengan jelas bahwa tidak ada kesepakatan yang pasti tentang siapa itu remaja ‘aqil baligh. Kesulitan untuk mendefinisikan remaja ‘aqil baligh ini, agak tertolong oleh pendekatan umur, meski tidak ada kesepakatan yang pasti pula. Umur berapa dimulainya seseorang menjadi remaja ‘aqil baligh dan umur berapa berakhirnya.
Dengan pendekatan umur ini, menjadi suatu yang
paling mudah untuk ditengarai dan dijadikan patokan, karena perjalanan
seseorang bertambah secara pasti sejalan dengan perjalanan waktu kehidupan
seseorang di dunia
Jadi, dengan kata lain
remaja ‘aqil baligh adalah mereka yang sedang tumbuh dan berkembang dalam
perjalanan kehidupan ke masa dewasa dan tua yang penuh perasaan tanggung jawab.
Rasa tanggung jawab tersebut bukan saja untuk diri sendiri tetapi juga bagi
orang lain
B. Pendidikan Seks
Banyak
sekali remaja aqil baligh yang diam-diam mengeluh didalam hatinya tentang
masalah seks, pengetahuan seks mereka benar-benar kabur dan tidak memadai, padahal
mereka sangat memerlukan pengetahuan tentang seks sejalan dengan munculnya
dorongan-dorongan seks yang kuat pada dirinya.
Penelitian seks yang dilakukan oleh beberapa ahli
mendapatkan kesimpulan bahwa lebih kurang 50% dari jumlah remaja aqil baligh dapat
dikatakan sama sekali buta akan pengetahuan seks dan lebih dari 40% mendapatkan
berbagai keterangan dengan caranya sendiri dan sangat diragukan akan
kebenaranya. Sedangkan sisanya adalah mereka yang termasuk beruntung bisa
mendapat pengetahuan tersebut berkat daya dan upaya yang terarah, yang pada
umumnya melalui buku-buku pengetahuan yang juga sebagian dibacanya secara
sembunyi-sembunyi.
Apabila remaja aqil baligh tetap dibiarkan tidak
mengetahui masalah seksual secara benar, maka efek samping yang negatif
dikhawatirkan akan terjadi seperti penyimpangan seks dan penyelewengan yang
membawa dekadensi moral yang sangat membahayakan bagi kelangsungan norma-norma
agama dan norma-norma sosial masyarakat. Melihat kenyataan prilaku seks remaja
aqilbaligh tersebut, maka ditengah berlangsungya globalisasi dunia yang
berlabelkan kemodernan ini, di mana budaya barat yang sekuler masuk dengan
mudah melalui saluran televisi, vidio, majalah, vcd, internet dan lain
sebagainya yang cenderung membawa mereka melakukan free seks. Oleh karena itu
pendidikan yang berdasarkan kepada agama khususnya agama Islam sangat
diperlukaan untuk mereka.
Menurut Salim Sahli sebagaimana
yang dikutip oleh Ahmad Azhar Abu Migdad
bahwa “ seks education atau
pendidikan seks artinya penerangan yang bertujuan untuk mermbimbing serta
mengasuh tiap-tiap lelaki dan perempuan, sejak dari anak-anak sampai sesudah
dewasa, perihal pergaulan antar kelamin umumnya dan kehidupan seksual khususnya
agar mereka dapat melakukan sebagaimana mestinya sehingga kehidupan berkelamin
itu mendatangkan kebahagian dan kesejahteraan bagi umat manusia”[9]
Dengan demikian ketika anak mencapai usia
aqilbaligh dan mulai memahami masalah persoalan hidup, termasuk asal usul dia
hidup atau diciptakan, ia mengetahui mana yang halal dan mana yang haram, dan
dia tahu bagaimana cara bergaul dengan teman lawan jenis cara islami serta
bertingkah laku secara islami menjadi adat istiadat dan tradisi anak tersebut,
kemudian ia tidak mengikuti kehendak hawa nafsu, syahwat dan tidak menempuh
jalan yang sesat.
Sedangkan menurut Abdul Aziz El
Qussy , yang dimaksud dengan pendidikan seks adalah pemberian pengelaman
yang benar pada anak agar dapat membantu dalam menyesuaikan diri di bidang seks
dalam kehidupaan di masa depan.[10]
Jadi yang dimaksud dengan pendidikan seks adalah bimbingan dan pembinaan
pengetahuan seks dari orang dewasa kepada anak agar mampu memahami secara benar
dan menghayati serta menempatkan perbuatan seks dengan tepat sesuai dengan
norma agama dan norma masyarakat.
Pada sisi materi pendidikan, pendidikan seks bukan berarti bagaimana
melakukan hubungan seks yang aman, tanpa rasa takut terserang penyakit, tetapi
lebih diarahkan pada segi filosofi, moral agama dan budaya. Oleh karena itu
harus bisa dimasukkan konsep-konsep sesuai dengan ajaran agama Islam.
Pendidikan seks yang tidak memperhatikan nilai-nilai agama, filosofi dan
budaya akan membuat remaja aqil baligh untuk melakukan exsperimen seks[11]
hingga memunculkan budaya seks bebas (free seks) dikalangan remaja aqil baligh,
karena pendidikan seks yang tidak didasarkan kepada agama, hanya mengajarkan
bagaimana melakukan hubungan seks secara aman dan sehat, tanpa memperhatikan
dengan siapa dia melakukan.
Apalagi ditengah-tengah globalisasi dunia yang saat ini semakin deras
memasuki wilayah negara tanpa batas, menjadikan budaya barat yang sekuler,
kapitalis, liberal yang memandang seks sebagai sebuah kebutuhan dan kebebasan
tanpa memperhatikan nilai - nilai agama, akan mudah masuk dan mempengaruhi pola
pikir dan budaya masyarakat kita.
Jika ini
terjadi, maka pendidikan seks justru akan membawa remaja aqil baligh pada
dekadensi moral, yang lebih dalam dan sulit untuk diselesaikan Sementara itu
pendidikan seks pada remaja aqil baligh dimaksudkan untuk menanggulangi
dekadensi moral para remaja aqil baligh yang kini sudah sangat memprihatinkan .
[1]
Prof. Dr. H. Sunarto dan Dra. Ny.B. Agug Hartono, Perkembangan Peserta Didik, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, halaman
51.
[2]
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka, 1999, halaman 793.
[3] Prof. Dr. H. Sunarto dan dra. Ny. B. Agung
Hartono, Loc. Cit
[4] Dra.
Siti Partini Suadiman, Psikologi
perkembangan, FP IKIP Yogyakarta, 1990, halaman 113.
[5]
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi
Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, erlangga,
jakarta, t.th., halaman 206.
[6] James
F. Adams,
Understanding Adolesence, Current Development in Adolesence Psichology,
Atalic Advenve, Boston, 1980, halaman 4.
[7] Abdul
Mujieb, dkk., Kamus Istilah Fiqih.
Pustaka Firdaus, Jakarta, halaman 16.
[8]
Drs. Yulius S., dkk., Kamus Baru Bahasa
Indonesia, Usaha Nasional, 1984, halaman 16.
[9] Ahmad
Azhar abu Migdad, Pendidikan seks bagi
remaja menurut hukum islam, Mitra pustaka , Yogyakarta, 2000 Hal.
[10] Prof.
Dr. Abdul Aziz El Qussy, Pokok Pokok
Mental Dan Jiwa, j8ilid II Bulan Bintang, Jakarta, 1987, Halaman 281.
[11] Dr.
Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso Psikologi
Islami , Pustaka Pelajar, Jakarta 1994, Halaman 32
0 Komentar untuk " Pengertian Remaja ‘Aqil Baligh dan Pendidikan Seks "