Cerpen Cinta
Perpisahan bukanlah sebuah akhir tapi itu adalah pertanda dari
awal yang baru.....
Pagi itu, aku melakukannya lagi. Ini bukan hal yang menyenangkan
tapi tanpaku sadari aku sudah melakukan hal ini berulang-ulang. Sekali lagi,
aku berdiri di tempat ini, tempat yang palingku benci. Tempat dimana air mataku
selalu merebak.
Bunga kosmos...bunga yang sangat indah. Bunga yang dulu selalu
membuatku tersenyum sekarang malah hal yang membuat air bening keluar dari mata
dan membasahi pipiku.
Disini aku hanya bisa berdoa semoga dia bahagia. Tepat pada
tanggal ini tiga tahun yang lalu dia pergi. Aku tidak bisa menahannya untuk
pergi, walaupun sepertinya ia mau tinggal dia tidak bisa melakukan apa-apa
karena itu bukan kuasanya.
************
“Adel!!!!”, Tio memanggilku, suara yang sangat familier di
telingaku.
Aku menoleh dan tersenyum kepada orang yang sudah setahun
belakangan ini menjadi pacarku. Ia berlari menghampiriku dengan membawa
bacaannya.
“Hai...”, aku menyapanya dengan senyum terbentuk diwajahku.
Dia tertawa mendengar sapaanku yang anti klimaks. Ia merangkulku
dan tersenyum jail kepadaku “Kamu mau jalan-jalan kemana?”
“Nggak tahu”, paparku “Ada rencana mau pergi kemana?”
“MMmmm....”, Tio berpikir sejenak “Nggak tau!!!”, ia menggelengkan
kepalanya sambil tersenyum.
Ia membuatku kaget setengah mati, ia menggandeng tanganku dan
menyeretku untuk berlari bersamanya. Kami terus berlari hingga akhirnya kaki
kami terhenti di taman kosmos. Aku sangat menyukai bunga ini karena satu dan
lain hal bunga ini begitu cantik. Walau semua teman perempuanku lebih menyukai
mawar dan bilang bahwa kosmos bukan bunga yang romantis, tetapi bagiku itu
bunga terromantis sedunia.
Karena... itu adalah bunga pertama yang diberikan Tio kepadaku.
Setelah ia memberikan bunga itu kepadaku, aku sangat mengidolakan bunga ini.
Tio melepaskan tangannya dan mengambilkan bunga itu untukku.
Bukannya itu dilarang? “Tio.... hai!!! Itu dilarang bukan??”. “Ssstt... pernah
dengar kata-kata peraturan untuk dilanggar? Tenang saja, liatin aja apa ada
petugas yang lagi jaga disekitar sini”. “Uh... dasar!!!”, aku hanya bisa
menggurutu tetapi senyumku tetap saja mengembang.
“Hai!!! Apa yang kalian lakukan?”, terdengar suara seseorang
membentak. Ya ampun, petugas penjaga taman melihat kelakuan kami. “Lari...”,
Tio menyambar tanganku dan kami kembali berlari seperti tadi.
Kami sampai di tempat favorit kami. Rumah pohon yang kami bangun
di lahan kosong tidak terlalu jauh dari taman tadi. Tanah ini milik orang tua
Tio, mereka menghadiahi kami berdua lahan ini, tempat yang sangat rindang
dengan padang rumput dan pepohonan mengisi seluruh tempat.
Tio membantuku naik. Setelah duduk diberanda, Tio memberikan
setumpuk kosmos yang diambilnya untukku. Lalu ia menyibukkan diri dengan
membaca buku. “Buku apa itu?”, aku penasaran karena melihat keseriusannya
membolak-balik helaian kertas dipangkuannya.
“Wuthering heights”
“Kenapa sampai kepikiran untuk baca yang begituan?”
“Ini terpaksa tau, gara-gara gak bikin pr kemaren, jadinya di
hukum harus baca buku ini, trus harus bisa ngejawab semua pertanyaan yang bakal
diajukan”, lalu ia menutup bukunya.
“Lho… gak mau baca lagi?”
“Udah selesai kok, tadi cuma mau liat sekilas aja. Menurutku Emily
Bronte sipengarang buku sangat beruntung”.
“Memangnya kenapa?”
“Yah… udah jelas khan? Aku gak abis pikir kenapa Catherine dan
Heathcliff bisa disamakan dengan Romeo dan Juliet, Mr. Darcy dan Elizabeth
Bennet bahkan Jane Eyre dan Rochester aku rasa lebih baik dari pada mereka
berdua”.
“Wow!!! Aku mengerti kenapa kamu sampai berpikir seperti itu,
tetapi aku pikir mereka memang sebanding dengan Romeo dan Juliet atau Mr. Darcy
dan Elizabeth Bennet karena terlepas dari betapa egoisnya Catherine, betapa
kejam dan tidak berperikemanusiaannya Heathcliff, mereka tetap memiliki hal
yang dimiliki oleh Romeo dan Juliet”.
“Apa? Aku gak bisa ngeliat, menurutku buku ini benar-benar buku
paling menyebalkan yang pernah kubaca.”
“Tidak juga, aku malah berpikir ini kisah yang cukup bagus, karena
seperti yang kubilang tadi terlepas dari semuanya Catherine dan Heathcliff
walaupun tidak dapat bersatu, mereka tetap menjaga cinta mereka hingga ajal
menjeput.”
Tio menatapku seolah ingin mengatakan ‘please deh… walaupun itu
benar tetap saja itu kisah yang menyebalkan’, yang artinya tentu saja dia tidak
setuju denganku. Dan tatapan itu mengakhiri diskusi kami tentang dua pasangan
termalang didunia kesusastraan.
*************
“Kenapa??!!”, aku seperti disambar petir mendengar permintaan Tio.
“Ya... karena aku akan melanjutkan pendidikan di Yale, kamu khan
tahu betapa berartinya hal ini bagiku, aku sudah mendambakan hal ini sejak
dulu, dan orangtuaku mereka juga mengharapkan aku untuk mengambil kesempatan
ini.”
Ya... aku tahu betapa Tio menginginkan untuk menjadi salah satu
orang yang beruntung bisa belajar di sana. Aku tidak mau menjadi batu
pengganjal baginya. Tapi... putus??? Apa tidak ada cara lain??? Aku tahu
alasannya... cepat atau lambat kami juga akan putus karena hubungan jarak jauh
yang kami hadapi mempunyai rintangan yang sangat banyak, sudah banyak pasangan
yang berujung berpisah karena masalah ini.
Tio memberiku kesempatan untuk berpikir, aku menutup mataku dan
berkata “Oke, kalau memang itu yang terbaik aku akan menerimanya.” “Aku sangat
menyesal, aku mohon jangan pernah menantiku, kamu pasti bisa mencari laki-laki
yang lebih bisa mengerti kamu.”
Lalu ia mengecup dahiku dan pergi begitu saja, meninggalkanku,
meninggalkan kosmos, dan taman yang baru beberapa hari ini kami kunjungi. Itu
terakhir kalinya aku bertemu dan melihat Tio.
**************
“Hai!!! Apa yang kamu lakukan?!??!!”, terdengar suara laki-laki.
Ternyata penjaga taman yang sedang patroli. Tanpaku sadari aku sudah memetik
sekuntum kosmos. “Tunggu!!!!”, aku sudah bersiap-siap kabur tetapi seruan yang
sedikit mengerikan itu mengusikku. Nadanya sangat berbeda, sangat mendesak. Aku
mengurungkan niatku.
“Ini”, pak petugas memberikan novel wuthering heights kepadaku.
“Akhirnya aku bisa bertemu denganmu. Maaf, tiga tahun yang lalu ada seorang
pemuda yang memohon kepadaku untuk memberikan buku itu kepadamu, dia memberikan
buku itu beserta foto kalian berdua. Aku sudah bersedia memberikannya kepadamu.
Tetapi, aku malah dirampok hari itu, dan tasku yang juga berisi buku ini dibawa
kabur, beberapa hari yang lalu aku menemukan buku ini dijual ditempat penjualan
buku bekas. Maafkan aku.”
“Tidak apa-apa, terima kasih”. Aku sangat bingung, apa maksud Tio
dengan semua ini? Dia yang bilang untuk tidak usah menunggunya dan mencari laki-laki
lain. Ada apa ini? Aku pergi ke bawah pohon yang rindang setelah sebelumnya
mengucapkam terima kasih kepada petugas itu.
Ketika aku membuka novel itu, ada secarik kertas dengan tulisan
yang sudah sangat familier mengisinya. Tulisan Tio mennari-nari dimataku,
disana tertulis....
“Dear Adel,
Mungkin ketika kamu membaca surat ini, aku sudah tidak ada lagi di
dunia ini. Maafkan aku selama ini aku menyembunyikannya. Selama ini aku
mengidap penyakit lupus....
Pergi ke Yale hanyalah alasan, sebenarnya aku masih disini, aku
ingin meninggal di tanah tempat kita berdua bertemu. Aku ingin menjagamu dan
memberimu bunga kosmos dari taman itu setiap hari. Seperti yang dikatakan
Heathcliff ‘Aku tak bisa hidup tanpa hidupku, aku tak bisa hidup tanpa jiwaku’.
Aku juga begitu, aku tidak mau berjauhan denganmu.
Maafkan aku karena sudah menyembunyikannya dan berbohong kepadamu.
Adel.... aku memang pernah bilang jangan pernah menungguku dan mencari
laki-laki lain. Tetapi aku selalu menunggumu disini. Apa kamu mau memaafkanku
dan menerimaku lagi?. Apa kamu mau?, walaupun kamu tidak mau aku akan selalu
menunggumu disini. Aku akan menunggumu hingga kamu datang kepadaku.
Dari
orang yang akan selalu mencintaimu,
0 Komentar untuk " Cerpen Cinta "