Pages

Apa sich menjaga pandangan dan kehormatan itu





Dalam Al-Qur’an dijelaskan yang berbunyi:

Surat an-nur ayat 30-31                                                
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".(Al-Qur’an terjemah : 2002.hlm 353)
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”(Al-Qur’an terjemahan: 2002.hlm 354)
Bahwasannya kedua ayat ini menjelaskan bahwa seorang laki-laki dan perempuan harus menjaga pandangan dan kehormatannya. Dalam ayat kedua yang berbunyi “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita” maksudnya seorang wanita diperintah untuk memakai kain kerudung untuk menutupi dadanya agar tidak menampakkan perhiasannya kepada lain mahramnya kecuali kepada suami mereka ,saudara-saudara laki-laki mereka , dan lain-lain yaitu menutup aurat.
Surat an-nur tersebut bahwa Asrifin An Nakhrawie menukilkan di dalam bukunya berdasarkan suatu riwayat daripada Ibnu Abi Hatim, bersumber daripada Jabir bin Abdillah bahawa Asma’ binti Murstid, seorang pemilik kebun kurma, sering dikunjungi wanita-wanita yang bermain-main di kebunnya tanpa berkain panjang sehingga kelihatan gelang-gelang kakinya, juga nampak dada dan sanggul-sanggul mereka. . Melihat hal itu, Asma’ berkata, “Alangkah buruknya (pemandangan) ini.” Maka turunnya ayat tersebut sesungguhnya berkenaan dengan peristiwa itu yang memerintahkan kepada kaum mukminat untuk menutup aurat mereka. (Nakhrawie,2011:hal 101-102)

Dalam surat lain yaitu surat al-ahzab ayat 35, yang berbunyi:
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.(Al-Qur’an terjemahan : 2002.hlm 418)
Definisi Hijab dan Memandang serta Permasalahannya Kata hijab secara bahasa berasal dari istilah Arab ha-ja-ba (حَجَبَ) yang bermaksud menutupi, atau mencegah sesuatu masuk. Dari sudut terminologis, hijab diartikan sebagai penghalang atau penutup, juga boleh dikenali sebagai suatu bagian yang muncul daripada bukit yang tinggi.(Abd Hamid, 2004: hlm 137)
Apabila disadari bersama pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, seringkali membangkitkan nafsu shahwat, tentu orang tidak akan mengatakan bahwa memakai tabir itu tidak wajib. Dengan cara bertabir, sesuatu yang mungkin menyebabkan jiwa jadi kotor dapat dihindari. Berhijab adalah perintah Allah yang mutlak wajib diimani oleh setiap muslim dan muslimah. Bagi setiap sosok yang mengikrarkan diri sebagai muslim, maka tidak ada keraguan sedikitpun akan wajibnya menutup aurat dengan hijab. Berhijab adalah sebuah bentuk ketundukan, kepasrahan dan ketaatan kepada Allah, karena Allah yang menciptakan kita, yang menyuruh kita untuk berhijab. (Mas’ud,2007: hlm 344-345)



 Apa sich menjaga pandangan dan kehormatan itu?  Sebelum mengetahui apa arti menjaga pandangan , terlebih dahulu mengetahui sesuatu yang berkaitan dengan menjaga pandangan dan kehormatan  yaitu mata  dan sesuatu untuk menjaga kehormatan seperti halnya menutupi.
Mata adalah sebuah panca indera yang berfungsi untuk melihat  sesuatu yang bisa dilihat. Mata secara umum  bisa juga berfungsi  untuk memandang . dalam  syari’at islam mata  adalah   sesuatu idera yang digunakan utuk memandang ataupun melihat yang baik-baik. makanya , untuk setiap muslim diwajibkan untuk menjaga pandangannya .karena,  Mata adalah salah satu pintu maksiat  yang dapat mempengaruhi keimanan kita  karena itu menjaga mata (pandangan) agar tidak sampai mempengaruhi keimanan kita adalah sangat penting.  Sedangkan Pandangan sangat mudah memainkan nafsu kita untuk berbuat nafsu.  Dengan menjaga pandangan, berarti kita mengurangi faktor-faktor yang dapat membuat hati dan pikiran kita untuk cenderung berbuat maksiat.  tetapi , tidak berarti menghalangi semua pandangan kita dari dunia luar. menjaganya berarti mengalihkan pandangan jika tiba-tiba kita melihat atau berhadapan dengan hal-hal  maksiat.
Menjaga pandangan adalah menjaga pandangan kita dari sesuatu yang tidak halal untuk dilihat.Diantara mata dan hati ada jendela dan jalan yang menghubungkan keduanya, akan baik salah satunya jika satu yg lain baik, dan akan rusak salah satunya jika satu yg lain rusak. Maka jika hatinya rusak, rusaklah pandangannya, dan jika pandangannya rusak, maka rusaklah hatinya. maksud dari menjaga pandangan disini adalah menjaga pandangan dari hal-hal yg haram dan tidak diperbolehkan oleh syari’at . arti pandangan disini bukan cuma mata yg bisa memandang tetapi semuanya yg telah di anugrahkan Allah kepada kita mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki.Menjaga pandangan terkait hubungan dengan lawan jenis bisa berarti tidak melihat aurat lawan jenis baik tiga dimensi maupun dua dimensi. Bisa juga berarti tidak menatap mata lawan jenis, karena pepatah bilang dari mata turun ke hati, dari hati timbullah pikiran dan nafsu yang tidak sesuai dengan aturan syari’at.
Allah telah menciptakan manusia dalam jenis perempuan dan laki-laki dengan memiliki kewajiban yang sama, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Dia telah menempatkan pria dan wanita pada kedudukannya masing-masing sesuai dengan kodratnya. Dalam beberapa hal, sebagian mereka tidak boleh dan tidak bisa menggantikan yang lain. Keduanya memiliki kedudukan yang sama. Dalam peribadatan, secara umum mereka memiliki hak dan kewajiban yang tidak berbeda. Hanya dalam masalah-masalah tertentu, memang ada perbedaan. Hal itu Allah sesuaikan dengan naluri, tabiat, dan kondisi masing-masing. Allah mentakdirkan bahwa laki-laki tidaklah sama dengan perempuan, baik dalam bentuk penciptaan, postur tubuh, dan susunan anggota badan.
Hijab merupakan salah satu bentuk pemuliaan terhadap wanita yang telah disyariatkan dalam Islam. Dalam mengenakan hijab syar’i haruslah menutupi seluruh tubuh dan menutupi seluruh perhiasan yang dikenakan dari pandangan laki-laki yang bukan mahram.
Mengenakan hijab syar’i merupakan amalan yang dilakukan oleh wanita-wanita mukminah dari kalangan sahabiah dan generasi setelahnya. Merupakan keharusan bagi wanita-wanita sekarang yang menisbatkan diri pada islam untuk meneladani jejak wanita-wanita muslimah pendahulu meraka dalam berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah dalam masalah berhijab. Hijab merupakan cermin kesucian diri, kemuliaan yang berhiaskan malu dan kecemburuan (ghirah). Ironisnya, banyak wanita sekarang yang menisbatkan diri pada islam keluar di jalan-jalan dan tempat-tempat umum tanpa mengenakan hijab, tetapi malah bersolek dan bertabaruj tanpa rasa malu. Sampai-sampai sulit dibedakan mana wanita muslim dan mana wanita kafir, sekalipun ada yang memakai kerudung, akan tetapi kerudung tersebut tak ubahnya hanyalah seperti hiasan penutup kepala.
Memandang itu berasal dari kata ba-sha-ra (بَصَرَ) yang berarti melihat atau memandang. Di dalam sebuah hadis, Rasulullah menggunakan kata ba-sha-ra bagi mendefinisikan pandangan, (Mas’ud,2007:hlm 341) yaitu: عَنْ جَرِيرٍ رَضِيَ اللهُ عَنهُ قَالَ : سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظْرِ الْفَجْأَةِ فَقَالَ : اِصْرِفْ بَصْرَك Maksudnya, “Dari Jarir r.a ia berkata, “Pernah aku bertanya kepada Nabi s.a.w tentang padangan yang mendebarkan. Maka beliau menjawab, “Palingkanlah pandanganmu.” Jika didefinisikan melihat kepada sudut literasinya sahaja, memandang adalah suatu perbuatan mengarahkan anak mata kepada sesuatu, dengan tujuan untuk meneliti atau mengamati. Apabila seseorang telah melepaskan pandangan kepada wanita, baik yang mendebarkan perasaan atau tidak, pandangan yang boleh menurut agama adalah pandangan pertama. Adapun pandangan yang kedua haram hukumnya. Dengan kata lain, pandangan yang boleh ialah terpandang dan tidak disengajakan, bukan sengaja. Dilarang sengaja memandang dan mengamati bentuk dan rupanya, sesudah terlihat sebagaimana yang banyak terjadi(Mas’ud, 2007: hlm 342)Sabda Rasulullah s.a.w menjelaskan : عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : يَا عَلِيُّ لَا تَتْبِعِ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ الْأُولَى وَ لَيْسَتْ لَكَ الْأَخِرَةُ Maksudnya : Dari Ali r.a, dari Nabi s.a.w, bagina bersabda, ”Ya Ali, janganlah pandangan itu kamu turuti karena yang boleh bagimu, hanya pandangan pertama dan tidak halal bagimu pandangan yang kedua.” (H.R. Abu Dawud dan Tirmizi).(Mas’ud,2007:hlm 343)
Menurut madzhab Syafi’I, tidak boleh melihat perempuan, selain muka dan kedua telapak tangannya. Adapun selebihnya dari itu adalah aurat.(Mas’ud, 2007: hlm 258)
Islam menetapkan beberapa kriteria syar’i pergaulan antara laki-laki dan perempuan untuk menjaga kehormatan, melindungi harga diri dan kesuciannya. Kriteria syar’i itu juga berfungsi untuk mencegah perzinahan dan sebagai tindakan prefentif terjadinya kerusakan masal. Di antaranya, Islam mengharamkan ikhtilath (bercampur laki-laki dan perempuan dalam satu tempat) dan khalwat (berduaan antara laki-laki dan perempuan), memerintahkan adanya sutrah (pembatas) yang syar’i dan menundukkan pandangan, meminimalisir pembicaraan dengan lawan jenis sesuai dengan kebutuhan, tidak memerdukukan dan menghaluskan perkataan ketika bercakap dengan mereka, dan keriteria lainnya. Perkara-perkara ini, menjadi kaidah yang penting untuk kebaikan semuanya. Tidak seperti ocehan para penyeru ikhtilath, sesunguhnya perkara ini berbeda antara satu dengan lainnya, atau satu kebudayaan dengan lainnya, dan pengakuan lainnya yang tidak sesuai dengan kenyataan dan realita.
(Interaksi dan komunikasi antara laki-laki dan perempuan sebenarnya boleh-boleh saja, dengan syarat wanitanya tetap mengenakan hijabnya, tidak memerdukan suaranya, dan tidak berbicara di luar kebutuhan). Adapun jika wanitanya tidak menutup diri serta melembutkan suaranya, mendayu-dayukannya, bercanda, bergurau, atau perbuatan lain yang tidak layak, maka diharamkan. Bahkan( bisa menjadi pintu bencana, kuburan penyesalan, dan menjadi penyebab terjadinya banyak kerusakan dan keburukan.)
Wajib berhati-hati, karena syetan terkadang menipu seseorang dengan merasa agamanya kuat tidak terpengaruh dengan percakapan itu. Padahal dia sedang terjerumus pada jerat kebinasaan dan berada di atas jalan kesesatan. Realita adalah saksi terbaik. Betapa banyak orang menentang (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan melanggar larangannya akhirnya ia tercampak di atas keburukan).
Barangsiapa yang tidak memiliki hajat untuk berinteraksi dengan lawan jenis, maka menjauhinya lebih baik dan selamat. Jika ada kebutuhan, wajib bagi semua kaum muslimin untuk menetapi ketentuan syar’I yaitu:
1. Ghadlul Bashar (menundukkan pandangan)
2. Tidak berduaan dengan wanita asing (bukan mahram dan bukan istrinya).
3. Berusaha agar tidak ikhtilath dengan gadis yang bisa menyebabkan fitnah.
4. Tidak bersalaman dengan wanita yang bukan mahram, karena diharamkan.
5. Allah telah memerintahkan beberapa adab yang agung kepada para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan segenap wanita umat ini masuk di dalamnya.


Daftar Pustaka
Al-Quran dan Terjemahan, 2002 hlm. 353-354,418.
Asrifin An Nakhrawie, Ringkasan Asbaabun Nuzul : Sebab-sebab Turunnya Ayat-ayat Al-Qur’an, (Surabaya : Penerbit Ikhtiar, 2011), hlm 101-102
Zakaria ‘Abd Hamid, Kamus Al-Ma’rifah Arab – Jawi, (Kuala Lumpur: Al-Hidayah Publisher, 2004),hlm. 137
Ibnu Mas’ud, Edisi Lengkap Fiqih Madzhab Syafi’I, Buku 2: Muamalat, Munakahat, Jinayat, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hlm. 204

Share this article :
+
1 Komentar untuk " Apa sich menjaga pandangan dan kehormatan itu "

Powered by Blogger.

Komentar

Paling Dilihat