Pemboman Jalur Gaza: Potret Buram Hak Azazi
Manusia
Oleh: Endrizal*
Penulis Adalah Mahasiswa Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Lagi-lagi masyarakat dunia di gemparkan oleh tindakan pemboman di
jalur Gaza yang di lakukan oleh tentara Israil. Pemboman yang di tujukan untuk
menghancurkan terowongan yang di sinyalir mennghubungkan antara Palestina
dengan Mesir. Puluhan orang meninggal dunia, kecaman, makian datang dari
seluruh penjuru dunia. Tindakan pemboman yang dilakukan oleh tentaraIsrail di
Jalur Gaza seakan mennadakan betapa sulit dan mahalnya harga sebuah perdamaian
di Negeri padang pasir tersebut.
Pertarungan antara Israil dan Palestina sudah berlangsung cukup
lama, jumlah korban meninggal dunia sudah tidak terhitung lagi, pelanggaran hak
asasi manusia sudah menjadi hal yang biasa di daerah padang pasir tersebut.
Rasanya baru beberapa hari kemaren masyarakat dunia pemperingati hari HAM yang
jatuh pada 10 Ddesember lalu, namun, eforia peringatan HAM belumlah usai, masyarakat
dunia kembali di gemparkan dengan pelanggaran HAM yang tak kalah
dahsyatnya.
HAM: Kodrat
Tuhan
Hak-hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh
Tuhan Yang Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Oleh karenanya, tidak
ada kekuasaan apapun di dunia ini yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian
bukan berarti dengan hak-haknya itu dapat berbuat seenaknya. Sebab, apabila
seseorang secara berlebihan dalam menjalankan hak-hak yang dimilikinya maka
tentu akan “memperkosa” hak-hak orang lain yang ada disekitarnya.
Pada hakikatnya Hak Asasi Manusia terdiri atas dua hak dasar yang
paling fundamental, ialah hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak dasar
inilah lahir hak-hak asasi lainnya atau tanpa kedua hak dasar ini, hak asasi
manusia lainnya sulit akan ditegakkan.
Mengingat begitu pentingnya proses
internalisasi pemahaman Hak Asasi Manusia bagi setiap orang yang hidup bersama
dengan orang lain, maka suatu pendekatan historis mulai dari dikenalnya Hak
Asasi Manusia sampai dengan perkembangan saat ini perlu diketahui oleh setiap
orang untuk lebih menegaskan keberadaan hak asasi dirinya dengan hak asasi
orang lain.
Embrio HAM
Ketika kita di
hadapakan kepada isu tentang Hak Asasi Manusia, maka sulit dielakkan dari
masalah Deklarasi Universal HAM perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada umumnya
para pakar berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna
Charta. Piagam ini mencanangkan bahwa raja-raja tidak kebal terhadap hukum.
Selanjutnya pada tahun1789 lahir the French declaration,dimana hak asasi
manusia di tetapkan lebih rinci lagi yang kemudain menghasilkan dasar-dasar
Negara hukum (The Rule of Law).
Setelah dunia mengalami
dua perang yang melibatkan hampir seluruh kawasan dunia, dimana hak-hak asasi
manusia di injak-injak, kebebasan manusia ditelanjangi dan diperkosa oleh
segelintir orang yang tidak bertanggung jawab, barulah timbul keinginan untuk
merumuskan hak-hak asasi manusia itu didalam suatu naskah internasional. Usaha
ini baru terealisasikan pada tanggal 10 Desember 1948 dengan diterimanya Universal
Declaration of Human Rights (pernyataan sedunia tentang hak-hak asasi
manusia) oleh negara-negara yang tergabung dalam perserikatan bangsa-bangsa.
Dengan kata lain lahirnya Deklarasi HAM Universal merupakan reaksi atas
kejahatan keji kemanusiaan yang dilakukan oleh kaum sosialis Jerman.
Hingga kini diskursus
HAM memang belum usai diperdebatkan, Satu pihak mengklaem bahwa HAM hendaknya
dilaksanakan secara seragam dan menyeluruh diberbagi penjuru dunia (Universal
Approaches), sementara pihak yang lain menghendaki penegakan HAM dari sudut
yang lebih spesifik dan sesuai dengan kondisi budaya dan keyakinan masyarakat
setempat (Local Approache).
Deklarasi HAM
sedunia mengandung makna ganda, baik ke luar (antar negara-negara) maupun ke
dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di
negara-negaranya masing-masing. Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk
saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar
negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka
peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke
dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM sedunia itu harus senantiasa
menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing-masing negara dalam menilai
setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahnya.
Di Indonesia HAM sebenarnya telah
lama ada. Sebagai contoh, HAM di Sulawesi Selatan telah dikenal sejak lama,
kemudian ditulis dalam buku-buku adat (Lontarak). Baru setelah Indonesia
merdeka masalah HAM adalah bagian terpenting dalam proses demokrasi di negri
ini, kususnya dalam pasal 27, 28, 29, dan pasal 33 UUD 1945. Namun dalam
realitasnya, praktik kehidupan kita masih banyak terjadi pelanggaran HAM .
sebagai gambaran, semenjak era reformasi di canangkan, terdapat puluhan bahkan
ratusan Pelanggaran HAM yang begitu memilukan hati, ketika ketidak adilan sudah
tidak diperhitungkan lagi, ketika kebebasan manusia sudah di injak-injak dan
Hak Asasi Manusia diperkosa oleh segelintir orang yang tidak bertanggung jawab,
ketika hati nurani manusia sudah mengkristal bak Es di kutup utara. Tindakan kriminalitas
menjadi-jadi, penggusuran secara paksa sudah tak terhitung lagi, mahasiswa di
pukuli ketika menyampaikan aspirasinya, pergi kemanakah nurani kita ketika
itu?.
Mulai dari tragedi Trisakti yang
menelan korban empat orang mahasiswa, penggusuran paksa di beberapa daerah
dengan dalih tanah milik Negara, hingga pembubaran dan pemukulan paksa terhadap
para demonstran yang menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah. Kita bisa
berpendapat, bahwa penegakan HAM berikut agenda demokrasi hanya sekedar retorika
kekuasaan yang dikumandangkan para penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya.
Beberapa kasus tindakan apresif
aparat akhir-akhir ini merupakan realitas pelaksanaan HAM di Indonesia yang
semakin carut-marut. Terdapat sederetan pelanggaran HAM yang sampai sekarang
ini yang tidak jelas ujung-pangkalnya, mulai dari kasus 27 juli, kasus tanjung
priok, hingga kasus pelanggaran HAM yang kontroversial, seperti kerusuhan Mei,
kasus trisakti, kasus semanggi, sampai kepada kasus pembunuhan aktifis HAM
Munir. Semua itu membuat daftar panjang pelanggaran HAM di Indonesia.
Manis Di Atas
Kertas
Tampaknya para pegiat HAM sudah terlupa (atau sengaja melupakan
diri) bahwa telah banyak konsep HAM yang disusun manusia, namun sebanyak itu
pula hanya “manis” dalam catatan atas kertas, dan busuk dalam implementasinya.
Semua produk yang mengisyaratkan HAM, seperti Magna charta, Bill of Right,
Deklarasi Independen Amerika, hingga Deklarasi HAM Universal PBB (1948), tidak
bermakna sama sekali setelah banyak peristiwa kebiadaban secara telanjang
dipertontonkan dihadapan mata kita. Banyak nyawa yang melayang secara sia-sia
dalam perang Bosnia-Serbia, penduduk Palestina di bawah bayang-bayang rasa
takut tentara Israel. Kalau kita kembali merujuk kepada
Deklarasi HAM Universal yang dicangkan oleh Negara-negara yang tergabung dalam
PBB, sangat ironis dan berbanding terbalik dengan realita. Dimana Deklarasi HAM
mencangankan kebebasan hak asasi manusia justru yang terjadi pemerkosaan
terhadap hak asasi manusia semakin menggila.
Mungkin Deklarasi Universal HAM yang
menjadi basis dari Hak Asasi Manusia sudah mengkristal bak Es di kutup utara dan lapuk dalam catatan
seiring dengan perputaran zaman. Sekarang ini yang menjadi persoalan bagi kita
adalah bagaimana caranya mengembalikan fungsi dari Deklarasi Universal
tersebut, dan mencoba merealisasikannya dalam kehidupan kita, agar terciptanya
kedamaian dimuka bumi ini sesuai dengan fitrah manusia yang mendambakan akan
kebebasan. Ini adalah teka-teki dan agenda besar yang harus kita pecahkan
bersama.
Identitas Diri
Nama : Endrizal
Penulis Adalah Mahasiswa Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
0 Komentar untuk " Pemboman Jalur Gaza: Potret Buram Hak Azazi Manusia "